Sejak manusia menginjak bulan
ia tak lagi perawan
jejak noda tak terlupakan
dikuatkan petualang tak bertuan
menepuk dada menceritakan pada kawan
Hei, aku sudah memerawani bulan
Bulan tak perawan pun menjadi bulan-bulanan
Kasihan kali kau bulan
(Paulus Simangunsong, 10 April 2014)
BULAN TERTUSUK ILALANG
Bulan terbungkus awan
dingin tak terlawan
perih pedih kulitnya sekarang
semalam tertusuk ilalang
Ia meriang
tiada selembar selimut di badan
sementara awan arak-berarak
asap sesap-menyesap
sedang bulan sendirian
Bulan tertusuk ilalang
kuburlah luka sedalam dada
biar leher ke kepala memandang malam
pun matahari menebar temaram
Bulan tertusuk ilalang
perih yang tertahan
ada malam harus terang
ada tegar harus dipajang
agar malam tak kelam
meski padang tak berilalang
(Paulus Simangunsong, 08 April 2014)
dingin tak terlawan
perih pedih kulitnya sekarang
semalam tertusuk ilalang
Ia meriang
tiada selembar selimut di badan
sementara awan arak-berarak
asap sesap-menyesap
sedang bulan sendirian
Bulan tertusuk ilalang
kuburlah luka sedalam dada
biar leher ke kepala memandang malam
pun matahari menebar temaram
Bulan tertusuk ilalang
perih yang tertahan
ada malam harus terang
ada tegar harus dipajang
agar malam tak kelam
meski padang tak berilalang
(Paulus Simangunsong, 08 April 2014)
PUISI TANPA TUJU
Aku puisi tanpa mata
tanpa matakaki
tanpa catatan kaki
tanpa terang janji
tanpa arah pasti
Aku pengen seperti itu
karena lahirku tanpa restu
tanpa berkat pada ayah pun ibu
hanya kutuk tanpa rindu
Kelak aku manusia tanpa mata
tanpa kaki dan tanpa tuju
puisi-puisiku pun tanpa arah menuju
sebab tak ada jalan dituju
selain langut dan rengut yang tak merdu
tapi aku pengen tetap itu
Aku ya aku
Aku ya itu
tanpa matakaki
tanpa catatan kaki
tanpa terang janji
tanpa arah pasti
Aku pengen seperti itu
karena lahirku tanpa restu
tanpa berkat pada ayah pun ibu
hanya kutuk tanpa rindu
Kelak aku manusia tanpa mata
tanpa kaki dan tanpa tuju
puisi-puisiku pun tanpa arah menuju
sebab tak ada jalan dituju
selain langut dan rengut yang tak merdu
tapi aku pengen tetap itu
Aku ya aku
Aku ya itu
KEPADA DANAU & PULAU
(Tak Ada Tempat Untuk Pulang.)
Sudah lama aku tak rindu padamu,
sejak pohon-pohon jangkung tumbang,
sejak mata air dan air mata kering,
dan udara berbau.
Sudah lama aku tak rindu padamu,
sejak batu-batu raksasa berguling melindas rumah-rumah kayu,
mengubur tempat belulang nenek moyangku,
sejak ibu-ibu muda meraung memanggil suami tertindih patahan bukit, sambil jarinya mengorek lumpur dari mulut bayi mati.
Itu menyesak rinduku dalam sekali,
aku sakit hati.
21 Februari 2012
Sudah lama aku tak rindu padamu,
sejak pohon-pohon jangkung tumbang,
sejak mata air dan air mata kering,
dan udara berbau.
Sudah lama aku tak rindu padamu,
sejak batu-batu raksasa berguling melindas rumah-rumah kayu,
mengubur tempat belulang nenek moyangku,
sejak ibu-ibu muda meraung memanggil suami tertindih patahan bukit, sambil jarinya mengorek lumpur dari mulut bayi mati.
Itu menyesak rinduku dalam sekali,
aku sakit hati.
21 Februari 2012
AKU INGIN LEBIH MENGENAL-MU
Aku ingin lebih mengenal-Mu,
setelah bertambah umur.
Aku ingin lebih mengenal-Mu,
setelah ayah serta ibu menua,
dan aku pun menikah.
Aku ingin lebih dekat mengenal-Mu,
begitu aku tahu,
istriku mengandung darah dagingku.
20 Februari 2012
setelah bertambah umur.
Aku ingin lebih mengenal-Mu,
setelah ayah serta ibu menua,
dan aku pun menikah.
Aku ingin lebih dekat mengenal-Mu,
begitu aku tahu,
istriku mengandung darah dagingku.
20 Februari 2012
TIKUS TIKUS
Aku heran.
Banyak tikus di jalan raya,
berlari bebas menyabung nyawa,
seolah unjuk rasa, tak gentar bahaya.
Aku heran.
Ada tikus di kantor gubernur,
beranak-pianak memperbanyak nyawa.
Aku heran.
Ada tikus di rumah Tuhan,
mencicit berisik bila malam.
Aku heran.
Ada tikus di dalam kampus,
melenggang di taman dan halaman,
juga di ruang baca, dari pagi hingga malam.
Aku teramat heran,
sekelompok tikus di gedung kesenian,
tak ragu membangun sarang.
1 Desember 2011
Banyak tikus di jalan raya,
berlari bebas menyabung nyawa,
seolah unjuk rasa, tak gentar bahaya.
Aku heran.
Ada tikus di kantor gubernur,
beranak-pianak memperbanyak nyawa.
Aku heran.
Ada tikus di rumah Tuhan,
mencicit berisik bila malam.
Aku heran.
Ada tikus di dalam kampus,
melenggang di taman dan halaman,
juga di ruang baca, dari pagi hingga malam.
Aku teramat heran,
sekelompok tikus di gedung kesenian,
tak ragu membangun sarang.
1 Desember 2011
PELUKLAH AKU IBU
Peluklah aku ibu,
sebab subuh telah tiba mengiringkan dingin.
Peluklah aku ibu,
aku terkepung dingin.
Peluklah aku ibu,
seperti dulu, seperti bertahun-tahun lalu,
setiap matahari belum terbit,
pun embun rebah di daun-daun.
Peluklah aku ibu,
seperti dulu, seperti bertahun-tahun lalu,
ketika umur masih kecil, dan tubuh pun masih mungil.
7 Nopember 2011
sebab subuh telah tiba mengiringkan dingin.
Peluklah aku ibu,
aku terkepung dingin.
Peluklah aku ibu,
seperti dulu, seperti bertahun-tahun lalu,
setiap matahari belum terbit,
pun embun rebah di daun-daun.
Peluklah aku ibu,
seperti dulu, seperti bertahun-tahun lalu,
ketika umur masih kecil, dan tubuh pun masih mungil.
7 Nopember 2011
Langganan:
Postingan (Atom)