Ada macan pincang di ujung hutan selatan
Badannya besar matanya kemerahan
Ia mantan raja hutan
Di masa muda mengundang segan
Berpapasan dengannya semua binatang enggan
Tak ada takutnya
Tak ada tandingnya
Hanya satu sedihnya
Anaknya hilang
Ketika pemburu berombongan datang
Istrinya diterjang peluru tajam
Anaknya dimasukkan kandang
Kakinya pun jadi pincang
Macan pincang – macan pincang
Ia jadi buas akibat kehilangan
Disapunya kampung-kampung tepi hutan
Hingga tanah ladang tak lagi bertuan
Macan pincang – macan pincang
Puluhan tahun jadi binatang jalang
Kini tak ada lagi mampu ia lawan
Tua dan tak pula punya kawan
Hanya satu tinggal harapan
Anaknya datang anaknya pulang
Macan pincang – macan pincang
Petang itu langit jingga bumi kering
Ia mencium bau kencing
Dari lantai kandang tergeletak di bebatuan
Ia tahu,
itu kencing anaknya yang hilang
Anaknya pulang
Macan pincang – macan pincang
Ia telusuri baunya sambil jalan
Ia ketemu di tepi hutan
Macan pincang – macan pincang
Ia lihat anaknya di situ
Persis mudanya dulu
Gagah dan besar
Aumannya pun seperti aumannya dulu
Macan pincang pun bilang
Macan baru, kamu anakku
Aku cium bau kencingmu
Kamu anakku
Kutunggu, kurindu sedari dulu
Kamu anakku
Macan baru mau
Ia sungguh tak tahu itu ayah atau hanya tipu
Sedikitnya ia sekarang punya teman
Tak lagi sendirian masuk hutan lebih dalam
Macan pincang – macan pincang
Ia tunjukkan tempat mencari makan
Berburu rusa dan mengejar kambing liar jantan
Juga menyantap babi hutan
Macan baru anaknya itu diam
Tak bisa lari tak sanggup menerkam
Macan pincang – macan pincang
Tak tega makan sendirian
Dia bagi paha kelinci hutan
Lelah payah ia buru sedari siang
Macan pincang – macan pincang
Sudah tua dan tak ada kawan
Mesti pula berbagi makan
Macan pincang – macan pincang
Apa kelak terjadi sekian bulan kemudian
6 Desember 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar